Lagu Bojo Galak Sebagai Frame of Referrence Menjaga Pertemanan di Medsos sebagai Resolusi tahun baru 2018 wkwkwkwk




Masih terasa gerah rasanya meski kita sudah “ mentas ” dari hebohnya pilihan kepala daerah lima tahunan di DKI bulan April 2017 lalu. Sudah berlalu lama ? relative. Lama atau tidak nyatanya traumatik akibat umbaran emosi masyarakat Indonesia saat itu masih terasa hingga sekarang. Veteran kubu pro kotak-kotak masih ramai bikin meme dan terma-terma sindiran kepada Sang Kampiun Gladiator, mulai sebutan gaberner dan wagabener sampai plesetan okeh oceh. Pun demikian tifossi kubu putih-putih juga tidak rela kehilangan romantika solidaritas mereka dengan mengadakan reuni, bukti bahwa cinta tak memudar. Well, An-San telah terpilih dan terlantik menjadi pejabat lima tahunan itu. So be it.
               Swap saja lah paragraf di atas, kita bergoyang dulu sambil memutar lagu “ Bojoku Galak “. Lagu ini awalnya diriliz Pendhoza Band asal Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Seiring waktu lagu ini kian populer karena juga sering dibawakan dua artis dangdut koplo kak Nella Kharisma dan Kak Via Vallen yang konon punya basis fans ratusan juta itu. Mengiringi hingar-bingarnya April 2017 di Jakarta itu, lagu ini pun juga mulai populer. Bagi saya kesamaan waktu kejadian ini bukanlah sebuah kebetulan, seperti kata Master Oogway ke Pou “ there are no accident “ saat si Pou gendut jatuh dari langit dan terpilih menjadi The Dragon Warrior.
               Bagi rakyat mini seperti saya yang sukanya deposit uang di celengan pikachu, masih khawatir kalau jangan-jangan uang ratusan, ribuannya raib. Apalagi kalau harus kembali menghadapi situasi heboh yang bikin urat-urat menegang, urat kepala tentunya, betapa oh betapa. Masih terang terasa sesama kawan tiba-tiba tak saling sapa, sampai unfriend medsos. Yang tentunya paling parah adalah tuduhan-tuduhan sadis ke kawan sendiri, Isu bangkitnya PKI (pakai edo tensei sepertinya) yang di arahkan ke lawan kawannya sendiri, sampai halalnya darah yang tumpah. Sebrutal itulah kita saat itu. Saking kacaunya kemanusiaan, rakyat mini seperti saya jadi sering buka youtube nyari lagu Chrisye yang populer di tahun 1977 “ Badai Pasti Berlalu “ dengan penghayatan “ Pilkada Pasti Berlalu “. Dan alhamdulillah benar berlalu.
               Namun 2018 ini kekhawatiran mulai muncul lagi, dan membuat keraguan akan lagu jadul itu, karena “ Pilkada Kembali Lagi “. Dua daerah yang menjadi episentrum ketertarikan politik yakni Jawa Timur dan Jawa Tengah terus menjadi topik utama pemberitaan. Dramatis nan Romantis dan berakhir manis, itulah yang terjadi di dua daerah ini. Meskipun saya bukan pengamat politik, tapi sebagai pecandu berat game strategi “ Empire Earth “ sejak 2004 saya maksa untuk meng-overview peta kekuatan parpol yang berkompetisi di dua daerah ini. Menurut pengamatan saya, seharusnya tidak lagi terjadi kehebohan yang berarti seperti yang terjadi di kota yang konon katanya paling modern se-Indonesia itu. Tak perlu berharap lebih, asal tidak ada yang merasa terkalahkan saja sudah senang sekali, dan itulah kemenangan.
               Namun seorang kawan mengabarkan, “ Tergantung buzzernya, belum tentu tentram “. Sempat siyok (leBay) juga, tapi gak juga sih. Memang medsos benar-benar kuat andilnya dalam mengaduk-aduk suasana dengan propaganda dan provokasi nya. Menurut kawan saya ini pemainnya adalah buzzer. Berharap 2018 ini para buzzer ini sepi orderan dengan keadaan peta politik yang tanpa lawan ini, dan mereka segera eksodus profesi ke ojek online saja. Konten medsos kita juga semoga kembali terisi dengan konten-konten positif berupa motivasi dan nasehat yang mana hal ini telah hilang pasca runtuhnya hegemoni kebijaksanaan Om Mario Golden Ways.
               Apa yang saya katakan di atas bisa jadi hanyalah ekspektasi ilusi. Karena serangan buzzer tidak selalu bermotif pemenangan politik. Lebih dari itu, lagi-lagi sebagai gamer “ empire earth “ saya menduga memang ada upaya untuk membuat Indonesia kacau dan terjerembab dalam kubang pertikaian. Sehingga luka yang belum pulih ini bisa terbuka lagi, terutama masalah pertemanan di medsos. Nah, kita butuh satu formula khusus untuk menghadapi ini. Jangan sampai provokasi para buzzer durjana itu berhasil. Kita butuh formula bagaimana cara kita menghadapi kawan-kawan dekat kita yang tega “nglarani” kita.
               Lagu Bojoku Galak menggambarkan konflik batin seorang lelaki dengan orang terdekatnya yaitu istrinya yang galak dan gemar menyakiti. Kita ibaratkan orang yang memiliki hubungan dekat itu adalah kawan-kawan kita, lalu kita jadikan nilai yang terkandung dalam lagu tersebut sebagai cara bersikap kita. Kita fahami keadaan ini adalah takdir yang digariskan Tuhan untuk bangsa ini. Memiliki teman yang “ tego nglarani “ adalah rahmat dari Tuhan. Lagu ini juga mengajarkan untuk mampu mengabaikan dan menerima sekaligus komitmen tidak ingin pisah. Seperti yang diajarkan Semar “ Suro Diro Joyo Ningrat Lebur Dening Pangastuti “, kita tidak hendak melawan ke angkara murkaan dengan keangkara murkaan lagi, namun dengan kelembutan. Karena dalam rumus menang kalah, yang menang jadi arang, yang kalah jadi abu. Kita menangkan diri kita tanpa harus mengalahkan kawan kita. Tetap cinta senajan temanku galak, seperti yang diajarkan Habib Ali Al Jufri “ tetap cinta meskipun dia mengacungkan pedang di depan kita “.
Maka perlu ada upaya kongkret untuk menghantam balik propaganda buzzer di internet. Dalam hal ini, rasanya saya bisa ambil bagian. Koneksi internet lemot yang sudah terinstal sejak lima tahun silam ini bisa saya manfaatkan. Harapannya juga akan muncul banyak pembuat konten internet yang sadar akan ancaman buzzer durjana, dan meng-counter nya dengan konten-konten positif yang mendukung perdamaian dan persatuan.
Pesan terakhir dari lagu tersebut adalah “ Kuat dilakoni, lek ra kuat ditinggal ngopi “. Semoga Indonesia menjadi Kampung Damai kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKU TENTANG MBAH KURI

FOLOSOFI TUMPENG (Ajaran Sembah Pitu Menurut Para Wali dalam Tradisi Tumpengan)